Jumat, 01 Januari 2010

GURU BANGSA kini telah pergi...



Dokumen wiwitfatur.wordpress.com

Seperti yang sudah saya janjikan dalam postingan saya sebelumnya, bahwa saya akan menampilkan Hasil Notulasi Catatan Akhir Tahun Gus Dur yang diadakan di Hotel Santika Jakarta pada tanggal 28 Desember 2008 kemarin, berikut ini saya penuhi janjinya.

KH. Abdurrahman Wahid:

Para hadirin dan hadirot, saya sendiri sebenarnya nggak menyangka akan begini. Perasaan saya hanya dua-tiga orang saja gitu. Ndak apa-apalah sudah.

Kalau kita lihat pada tahun 2008, maka kita melihat adalah bahwa masa itu adalah masa yang dipenuhi oleh krisis yang sudah 10 tahun lebih tidak kunjung selesai. Terjadi krisis multisektoral yang mau tidak mau akan membawa kita kepada suatu keadaan yang apabila tidak bisa diselesaikan dengan baik akan menjadi ajang bagi kita untuk melihat bagaimana pertentangan-pertentangan itu pada akhirnya akan berkembang.

Yang jadi masalah sekarang menurut saya adalah krisis identitas. Identitas kita tidak pernah jelas sampai sekarang. Saya selalu menggunakan istilah garis batas dialog tentang Undang-Undang Dasar kita tidak pernah jelas.
Orasi Gus Dur akhir tahun 2008

Hotel Santika: Orasi Gus Dur akhir tahun 2008

Contoh, garis batas yang ditetapkan oleh presiden Thomas Jefferson di Amerika Serikat. Presian ketiga. Dia selalu mementingkan hak-hak dasar dari warga masyarakat. Itu yang paling pokok. Karena dia berhasil maka kita lihat sekarang Undang-undang Amerika Serikat ini ada perkawinan lesbi, perkawinan gay, dan sebagainya. Jadi sudah ada semacam hasil yang dikeluarkan.

Tapi kalau kita lihat pada sisi lain, namanya batas. Menteri keuangan di Thomas Jefferson yaitu Alexander Hamilton yang belakangan mati karena duel pistol, dadanya mati ketembak maka dia meletakkan garus batas pada hak-hak negara bagian.

Orang Amerika tidak pernah dialog, konstitusi keluar dari batas hak-hak warga negara, hak-hak perorangan dan hak-haknegara bagian. George Bush sekarang ngikuti yang dua ini, bagi dia yang penting hak-hak negara bagian.

Kita melihat bahwa garis batas mempunyai arti sangat penting. Di kita belum selesai dan tidak pernah ada pembicaraan mengenai hal itu, yaitu kalau kita ikuti masyarakat kita dimana hak-hak itu baru mulai dibicarakan, yaitu menrurut saya bagaimana hubungan antar kelompok di Indonesia. Dan itu paling pokok. Dan itu sudah terjadi sekarang ini dimana ada hak-hak dari kelompok yang menganggap dirinya paling benar dan ada menganggap bahwa Indonesia ini merupakan kesatuan dari sejumlah pandangan-pandangan. Satu sama lain haruslah sama-sama menenggang rasa.

Ini sudah dimulai sejak Abad 6 Masehi, ketika Fan Yen mendarat dari Tiongkok di Sriwijaya. Kita belum tahu yang mana ini Sriwijayanya, tiga Sriwijayanya kan?. Pusat kerajaan itu, satu di Lampung, satu di Palembang dan satu di Jambi.

Bagaimana orang-orang Budha yang mestinya menganggap dirinya benar dan yang lain salah. Tapi ternyata pada Abad ke 8 ketika orang-orang pergi ke Jawa melalui Pelabuhan Pekalongan terus naik ke atas ke Sesi, Kajen, dst lalu sampai kepada Dieng atau yang sekarang dikenal dengan nama Wonosobo. Maka orang-orang Budha itu bertemu dengan sebuah kerajaan di daerah Dieng itu. Kerajaan ini adalah beragama Hindu, tidak diapa-apakan oleh budaya itu. Tidak diusur atau dipindah tempatkan. Silahkan saja kalau mau Hindu ya Hindu saja.

Orang-orang Sriwijaya sendiri adalah orang Budha. Ketika berhadapan dengan kerajaan Hindu mereka kemudian berbelok ke Selatan sedikit dan meneruskan perjalanan ke Timur sedikit, meneruskan perjalanan memasuki daerah Magelang sana atau katakanlah daerah Borobudur sekarang. Mereka mendirikan Kerajaan Borobudur, Candi borobudur, lalu mereka menyelesaikan candi, dsb. Ada yang terus sebagian menuju ke Yogya dan mereka mendirikan kerajaan Budha. Jadi mereka lewat itu tidak pernah ribut dengan orang beragama lain atau berpendirian lain dari mereka sendiri.

Lalu pada Abad ke-9 Masehi, itu orang-orang Budha di sana sudah menjadi Hindu Budha. Ada yang tetap menjadi Budha dan ada yang menjadi Hindu Budha. Mereka ke Candi Prambanan, Roro Jonggrang. Di sana mereka menjadi Hindu Budha. Nah orang-orang Hindu dan orang-orang Budha itu marah-marah kepada mereka, menyerbu tapi gagal. Lalu orang-orang Hindu Budha itu yang isinya menjadi pluralis pindah ke Jawa Timur dibawah pimpinan Prabu Dharmawangsa. Itu pada Abad ke- 9.

Mereka pergi kira-kira 600 km jauhnya sampai di daerah Kediri dan mereka mendirikan Kerajaan Hindu Budha disana, yang belakangan diberi nama kalau tidak Kediri ya Jenggala. Salah satu diantara dua hal itu. Raja terbesarnya adalah Prabu Airlangga. Dua abad di Kediri itu mereka lalu mereka berpindah ke Singosari (Utara Malang), disana kita melihat Ken Arok, Tunggul Ametung, dan sebagainya, juga dua abad lamanya ketika Raden Wijaya. Namanya Raden Wijaya ini sebetulnya Muslim, saya duga dia orang Tionghoa dengan marga Uwi. Dia bertengkar dengan mertuanya, Prabu Kertanegara. Dalam pertengkaran itu akhirnya Raden Wijaya pindah, tidak ke Timur (Bromo) atau ke Barat (Batu), tapi ke Utara, ke pinggir Sungai Brantas. Disanalah mereka mendirikan kerajaan Majapahit.

Lagi-lagi ya pluralistik, agama negara nggak tahu ada apa tidak tapi yang penting disana orang bikin tiga macam agama, Hindu- Budha dan Santri. Nah ini kebetulan sekali orang-orang santri dilindungi Angkatan Laut Tiongkok di Brantas. Nah pada waktu itu orang-orang Tionghoa itu Angkatan Lautnya sudah semua Muslim, dari Madagaskar sampai Tahiti. Lautan Pasifik semuanya Muslim. Lalu ada seorang Menteri Peperangan Tiongkok. Dia itu Konghucu Fundamentalis.

Nah, dia khawatir sama orang-orang rantau dari Tiongkok ini kemudian kembali ke daratan Tiongkok membeli tanah, karena sudah kaya raya. Pada akhirnya Islam menjadi negara agama di Tiongkok. Dia khawatir hal ini. Karenanya begitu menjadi wali negara, karena Rajanya itu mati dan anaknya masih kecil, dia menjadi walinya. Dia menjadi wali selama sepuluh tahun.

Tindakan pertama yang diambil sebagai wali negara adalah memerintahkan perahu-perahu, kapal layar dan sebagainya dari daerah rantau kembali ke pantai-pantai Tiongkok. Disana perahu-perahu tersebut dan kapal-kapal dibakar, maka putuslah hubungan antara Cina Daratan dengan Hoa Kiao atau Perantau-perantau.

Pada waktu putus itu akhirnya orang-orang Tionghoa di Indonesia itu diambil oleh orang-orang santri sebagai orang asli walaupun tampangnya Cina. Ini terjadi, saya kira dua generasi di enam puluh tahun lamanya. Enam puluh lima tahun itu di Indonesia tidak ada orang Tionghoa. Karena orang Tionghoa sudah diserap menjadi warga negara asli, tapi yang baru belum kembali/belum datang.

Setelah dua generasi itu, maka VOC memberanikan diri untuk mengimpor orang-orang dari daratan Tionghoa untuk menjadi pedagang, petani, menjadi apa saja itu. Kalau kita lihat di Kalimantan Barat sekarang, tukang becaknya saja orang Tionghoa. Jadi semuanya menunjuk kepada keadaan sosial yang menjadi pegangan.
gus-dur-akhir-tahun-2

gus-dur-akhir-tahun-2

Nah setelah mereka kembali kemari menjadi, waktu itu ada lima kejadian besar. Ini diceritakan oleh Ana siapa saya lupa. Itu dia Direktur Bank Pembangunan Eropa, itu membuat buku tahun 1442. Dia katakan bahwa ada 5 kejadian besar yang orang jarang tahu.

Ketika Vasco de Gamma sampai di daerah Bahama, di Laut Karibia. Itu satu kejadian, tapi dia bilang lima kok, nggak satu. Kedua, ketika para pelaut dari Eropa sampai di sebuah kerajaan di Afrika Tengah. Sampai di sana biasalah orang Eropa mendarat, ternyata mereka dihadang oleh orang-orang sana asli, yang menjadi warga negara dari sebuah kerajaan Islam. Ketika berperang, maka orang Eropa itu mengeluarkan senjata api, yang waktu itu menggunakan pelor yang menyembur keluar dan menyala. Karena itu terkenal bahwa orang Eropa pakai senjata lidah api. Kerajaan Afrika Tengah tersebut pindah ke tengah-tengah benua tersebut. Lalu orang-orang Eropa itu tinggal menunggu di pelabuhan enak-enak saja. Dari situ kemudian kejadian pelaut-pelaut Eropa dalam pelayaran mereka menuju Tanjung Harapan (Gate of Good Hope) di Afrika Selatan itu mereka mampir mengambil air. Dari Gate of Good Hope itu mereka lalu menyusur pantai kemudian pergi Kelawa. Dari Kelawa mereka menuju Asia Tenggara. Ini semua merupakan bagian pelayaran.

Berikutnya (Ketiga), adalah ketika sebuah wangsa di Kelawa atau di India itu berhasil-di Eropa, berhasil menempatkan salah seorang warga mereka menjadi Paus Clement Ke II. Nah, disitu menggunakan sogokan, perempuan, dan segala macamlah supaya dia bisa jadi Paus. Nah disinilah terjadi sesuatu yang luar biasa yaitu Kisma antara gerakan atas nama Kristen Protestan dengan Kristen Katolik. Kisma ini tidak dapat dihindarkan, akhirnya menghasilkan pemecahan Gereja Katolik melawan Gereja Protestan sampai hari ini.

Keempat, ada ketika Dinasti Kazimierski di Polandia menang terhadap Dinasti Moskowitz di Rusia. Timbul masalah, bahasa apa yang dipakai oleh si orang kalah tadi?. Mestinya bahasa Polandia tapi entah mengapa orang-orang Polandia itu memutuskan boleh memakai Bahasanya Dinasti Moskowitz. Dalam dua generasi saja, sekitar enam puluhan tahun itu Rusia bisa mengalahkan lawan-lawannya dan komunisme menjadi bahasa. Kelima, baru si sekretaris negara Ji.

Ini kita lihat bahwa Indonesia ini merupakan lahan yang bagus sekali untuk mengadakan perjumpaan-perjumpaan atau mengadakan toleransi yang tinggi. Tidak ada masalah apa-apa. Ini sebetulnya merupakan konsekuensi dari hidup serba plural tadi. Karenanya kalau ada yang menganggap dirinya lebih berkuasa dari lain-lain, maka namanya dia tidak mengerti kondisi Indonesia.

Sejak Abad ke-6 saja sudah ada kata-kata atau pengertian Bhinneka Tunggal Ika yaitu Berbeda-beda tetapi tetap satu juga. Ini akhirnya oleh Mpu Tantular dijadikan bagian dari bukunya dan sampais ekarang kita pakai Bhinneka Tunggal Ika.

Jadi menurut saya sampai sekarang Bangsa Indonesia tidak jelas maunya apa. Pengen hidup makmur, dan segala macam tapi hal itu tidak akan mungkin terjadi kalau sistem ekonominya masih seperti sekarang. Yaitu yang kaya tambah kaya dan yang miskin tambah miskin. Ini jelas sekali.

Bahkan untuk menghapuskan Demokrasi, itu saja presiden SBY tidak berani menyebut terang-terangan menyatakan Anti Korupsi. Diam-diam saja dia, orang disuruh menangkap KPK. Bukan dia sendiri toh yang menangkap?. Jadi dia itu orang yang tidak mau dilawan. Jadi siapapun yang bertugas menjadi menteri dan sebagainya, dibela sih tidak tapi dia tidak mau menyerang mereka. Diam-diam dia itu karena kelemahannya dia diam saja sampai sekarang. Akibatnya kita berada dalam satu keadaan yang serba cair, bisa begini dan bisa begitu. Saya rasa inilah hasil dari penglihatan saya. Jadi karena itu saya mengharapkan kita bisa mencari penyelesaian terhadap persoalan-persoalan pokok bangsa yang juga dibuat oleh pemerintah, bukan siapa-siapa. Ini merupakan sebuah cara untuk mengamati, mungkin yang lain teman-teman itu bisa melihatnya dari cara-cara lain. Terima kasih.

0 komentar:

Dimana ya ?

 
Powered by Blogger