Selasa, 19 Januari 2010

harga keperawanan, keperjakaan

disalin dari dokumen alderina

Ngomongin Nilai Diri, Harga Diri dan Diri Diri

Sekadar merenung ketika berjalan dari Surabaya ke Sidoarjo. Malam-malam, hujan dan kaca depan mobil tidak terlalu jelas… Sungguh seram. Namun itu tidak menghalangi keinginanku untuk merenung. Cieh…
Akhir-akhir ini lagi merasa nilai diri banyak manusia di Indonesia sedang jatuh atau merosot. Mengapa?
  1. Keperjakaan dan Keperawanan yang Terus Ga Jelas Maknanya

  2. Kadang suka merasa, kenapa cuma cewek yang diributin kalau ga perawan? Padahal cowok juga punya keperjakaan. Lebih bagus bahasa Inggrisnya sih, VIRGINITY. Kan tidak memihak gender maupun yang pengen ga pake gender…Aku berpikir semakin banyak orang yang sudah ga peduli sama hal ini. Ini ngomongin sisi baiknya ya. Ada saat-saat dimana kita bodoh dan menyerahkan keVIRGINITYan kita ke orang yang salah. Setelah hubungan ga jalan dengan baik, putus dan merasa nyesel karena salah perkiraan. Kirain bakal ama dia terus, ternyata gak juga. Lalu pacaran lagi sama orang lain. Tentu kasih tau ke pacar baru apa yang terjadi dengan diri sendiri, ga mungkin ga ngasih tau. Hubungan macam apa itu kalau ga jujur dari awal. Penipuan itu namanya XD Lalu si pacar baru mempertimbangkan dan berkata, “Bukan itu alasanku memilihmu.” Selesailah rasa deg-degan. Jangan-jangan tuh cowok ga mau ama gue krn ini dan itu.Cowoknya baik kan. Tapi ketika kita sedang bodoh, nilai diri kita lagi berapa sih? Lagi 100 (skalanya 1 – 100) atau lagi 1? Kenapa waktu itu kita kasih? Gimana-gimana ada dong perasaan, “Aduh kenapa ga bisa kasih yang utuh ke cowok yang baru ini?” Dengan asumsi cowoknya yang baru lebih oke dan lebih-lebih lain. Kadang waktu kita bodoh, kita tuh lagi dalam keadaan bernilai diri super rendah. Kenapa? Karena mungkin tekanan… Harus buktikan cinta? Merasa ingin buktikan cinta? Merasa cinta dia?Cinta diri sendiri adalah awal cinta sama orang lain. Menilai diri sendiri dengan angka 100 berarti  juga menilai orang lain dengan angka 100. Karena PeDe dan tahu benar apa yang akan dan sedang dituju dalam hidup ini. Mencintai diri sendiri berarti melihat bahwa dirinya selalu punay nilai 100. Sempurna. Bukan kepedean atau sok sempurna, karena kepedean berarti tidak pede, mirip seperti sombong itu kata lain dari minder… Berkata tidak untuk hal-hal yang ga perlu untuk dilakukan sekarang merupakan bentuk lain dari rasa percaya diri. Sadar benar siapa dirinya.Aku pikir kalau ada orang ingin menyerahkan dirinya sebelum menikah karena punya pemikiran bahwa menikah hanya soal paper work, lagian apa bedanya kaya kawin cerai gitu kan. Itu terserah sih, tapi kalau aku pengennya kalau udah nikah ya nikah aja. Ga pake cerai. My word is my bond. Kalau udah berkomitmen, masa mau lepaskan komitmen? Kalau buat kaum adam, Ga Gentleman dong…. Kalau buat kaum hawa apa ya? Hm… Ga konsisten doms. Atau sekalian aja, ga usah nikah sama sekali… Lebih asik kan.. Hahaha.. kaco de gue.
  3. Polisi Cepe-an alias Polisi 100 rupiah *yang Sekarang Ga Hanya Dikasih 100 Rupiah*

  4. Waktu nyetir itu, aku melewati sebuah U-Turn atau putar balik. Aku sudah tahu kalau ada mobil yang akan putar balik, dalam rangka tuh mobil baru akan dan aku sudah deket banget di putar baliknya, aku dim. Dim itu lampu yang nyorot itu loh. Si polisi cepeannya, supaya ga ngelolosin mobil tsb. Tapi apa yang tuh orang lakukan? Dia malah MEMBERIKAN DIRINYA. Alias, menghadang mobilku dengan badannya… Alias, tetep aja jalan ke tengah jalan, meski sudah ku dim. Aku tetep lewat karena ga mungkin ngerem, kalau ngerem adanya tabrakan beruntun. Lumayan cepet sih nyetirnya… *katauan hobi ngebuts* Tuh orang udah deketttttt banget sama mobilku. Sampe aku sendiri geli…Herannya, dia tuh mikirin nyawanya ga sih waktu melakukan itu? Berapa nilai diri dia waktu itu? 1? Atau lebih tepatnya seharga uang yang dikasih sama mobil tadi. Padahal kadang mobil-mobil suka malas kasih duit ke polisi cepean. Padahal nilai nyawa dia tuh jauh lebih daripada sekadar uang. But, kalau ga dapat uang berarti ga bisa makan dan berarti mati lama-lama. Hm, ini nih yang sampai sekarang aku bingung. Lingkaran setan bener gitu.
  5. Penjualan Anak Bawah Umur untuk Bekerja yang Makin Banyak Kedengeran di Berita Maupun di Gosip/Bisik-Bisik Tetangga

  6. Ga, bukan tetangga gue yang jual anaknya. Tapi kalau lagi cerita-cerita sama teman-teman, selalu aja tau kalau anaknya yang minta-minta di perempatan A itu bukan anak asli dll. Secara temanku itu emang hobi menelusuri anak-anak jalanan, entah cuma survey atau emang lagi ada project dari gereja. Tukang survey gereja lah dia XDKenapa seorang Ibu menjual anaknya? Atau menjadikan anaknya seorang pekerja. Memang baru mengemis, bukan melacur *kalau melacur lebih mikir lagi* tapi kenapa? Nilai diri anak itu lebih dari cuma mengemis aja.
Buat aku, nilai diri yang sedang rendah ini merupakan bentuk lain dari KEHILANGAN HARAPAN. Dibikin miring dan berwarna biru supaya keliatan melankolis dan feeling blue XD Aku pikir ketika seseorang punya harapan untuk masa depannya, pasti dia akan menjaga dirinya. Ada hubungannya juga dengan pendidikan. Ada hubungannya juga dengan pemerintahan.
Kalau melihat situasi sekarang yang serba salah dan susah ini, ga salah kalau kita sering kehilangan harapan. Lagi enak-enak bisnis A, tiba-tiba jatuh gitu aja dan harus tutup. Kalau sudah kepepet keadaan, ya sudahlah, apa saja dilakukan. Benarkah kita harus jadi orang seperti itu?
Pendidikan yang bersifat sepenuhnya atau seluruhnya akan membantu seseorang untuk memahami nilai dirinya. Pendidikan yang kaya apa sih? Sudah pernah nonton Laskar Pelangi kan? Lihat bagaimana sebuah pendidikan yang ga cuma mementingkan otak membuat anak-anak itu punya harapan. Di saat mereka seharusnya ga punya harapan. Mereka ga pernah menyalahkan keadaan tapi berusaha membuat keadaan lebih baik. Kalau ada hal yang bisa kita ubah dari hidup kita, hal itu adalah sikap kita terhadap keadaan kita. Kalau berhenti punya harapan dan kemudian bilang, “ya abis gimana dong..” dst, ya udah, selamanya kita akan jalan di tempat. Soalnya, kita tuh ga akan pernah merasa puas kok. Biarpun keadaannya sudah berubah, kalau kitanya dari awal tidak puas maka tetap saja kita akan berada di sana.
Nilai diri juga bicara mengenai perasaan puas dalam diri. Karena sadar betul siapa dirinya, apa yang akan dia tuju dan sebagainya. Aku pernah berpikir, kalau punya anak jadi pengen nyekolahin anak di sekolah yang : belajar tidak hanya lewat buku, banyak pratikum, punya kegiatan kepemimpinan, punya kegiatan yang bersifat melek masyarakat, mengajarkan bahasa daerah dengan sungguh-sungguh, mengajarkan bahasa Indonesia dengan sungguh-sungguh, gurunya ga pernah bilang kalau pelajaran IPA atau matematika adalah pelajaran terpenting, gurunya tidak menilai murid dari nilainya tapi dari kemampuan individual anak, mengajarkan untuk mencintai bangsa Indonesia dan keragaman budayanya, menerapkan Iman dalam setiap laku guru maupun anak… Adakah sekolah demikian? Sekolah yang ga menghancurkan nilai diri seorang anak karena kemampuan menghafalkan jenis-jenis lensa – nya tidak sempurna padahal anak itu sangat pandai dalam bermusik >> dengan mengatakan : gini aja ga bisa, ini gampang. Kamu dan temanmu sama-sama makan nasi, jadi sama bisanya. DUH NAIF banget sih jadi guru. Emang kemampuan seseorang ditentukan oleh apa yang dimakan?
Menilai diri sendiri selalu dimulai sejak masih dalam kandungan. Menilai diri sendiri adalah sebuah proses. Sebuah dasar yang kuat tentu akan menolong kita untuk selalu memandang diri kita 100 dalam proses hidup.
Just, a taught in the night :D

0 komentar:

Dimana ya ?

 
Powered by Blogger