Rabu, 23 Desember 2009

Perjalanan...

Dokumen Ade a.k.a Rindu

Didalam perjalanan napas saya ada satu manusia yang menyerupai malaikat hadir dalam hidup saya, ada satu sosok yang begitu kuat namun lembut, ada satu karakter yang begitu menempel dalam jiwa saya dan ada satu sosok lelaki yang telah menjaga saya seumur napas saya, yang tanpa nya saya tak akan menjadi manusia seperti sekarang ini, iya beliau adalah Ayah saya … seorang lelaki yang bak malaikat yang telah menjadi sumber dari segala sumber tapak saya selama ini dan beliau bukan hanya menjadi Ayah untuk saya namun juga Ibu bagi saya, Ayah adalah sosok tak tergantikan dalam perjalanan hidup saya, terima kasih ya Ayah telah membesar kan saya dengan begini indahnya terima kasih ya Ayah, terima kasih.
Ayahlah yang menggantikan popok saya yang basah oleh ompol karena tak ada tangan lembut Ibu untuk si kecil Ade, Ayahlah yang mengajarkan saya menapak kan kaki kecil saya lalu belajar melangkah dan kemudian berlari, beliau selalu hadir ketika saya jatuh, terpeleset bahkan tak mampu berdiri lagi, Ayah yang mengeringkan keringat saya ketika saya demam, menggantikan kaos saya yang basah oleh keringat, mengompres kening saya ketika demam, mengelap mimisan saya bahkan muntah yang kerap keluar dari perut saya yang tak bisa masuk makanan, Ayah pula yang menggendong saya ketika saya pingsan dan harus berlari menyusuri lorong rumah sakit untuk mengejar dokter di ICU itu dan …
Iya, tak akan sanggup tinta dilautan menulis betapa Ayah adalah segalanya untuk seorang saya terima kasih ya Ayah, terima kasih.
Masih teringat ketika hari pertama saya ke sekolah, dengan menjinjing tas mungil di punggung, dan saya tidak berani melangkah ke gerbang sekolah namun tiba tiba Ayah menggenggam jari jemari saya erat sambil berkata “nak, disana ada taman bermain yang indah, ada guru yang dipanggil Ibu dan ada Ayah tidak akan pergi jauh, jadi jangan takut“, masih teringat ketika saya terjatuh dari sepeda ketika untuk pertama kali saya menggayuh dengan kaki yang salah, dan Ayah tidak memarahi saya tapi malah tertawa terbahak bahak sambil memeluk saya dan berucap “belajar itu harus jatuh dulu nak, agar kita tahu bagaimana cara yang betul“, iya dan masih teringat ketika saya pertama kali khatam AlQuran di usia 5 tahun, Ayah menghadiahi saya AlQuran katanya agar saya tambah giat mengaji, ehm…
Dan ketika saya patah hati, Ayah lah yang ikut saya diduduk dipojok kamar sambil ikut menekan kaki ke dada dan tanpa berkata kata Ayah akan memeluk saya sambil membisikan “betapa indahnya cinta jika pernah merasakan sakit yang begini kan De” Ayah pasti gak pernah patah hati deh terima kasih ya Ayah, terima kasih.
Tak pernah terlintas oleh saya ketika suatu hari nanti Ayah akan pergi meninggalkan saya atau saya yang lebih dulu pergi meninggalkan Ayah, pasti sepi sekali bumi ALLAH ini, tak akan ada lagi lelaki sesabar Ayah mendengarkan saya berceloteh, mendengar saya berkicau tanpa jeda, lelaki yang tidak meninggalkan saya ketika saya salah, lelaki yang menjaga saya dari hantaman hidup yang keras ini, dan lelaki yang sosoknya begitu sempurna dimata saya, karena Ayah bukan hanya Ayah tapi juga Ibu untuk saya, bahkan Ayah merelakan meninggalkan keinginan duniawinya agar tak terbagi kasih sayangnya untuk saya
Aaahhh, tak akan ada usainya berceloteh tentang Ayah, dan kini Ayah terbaring sakit, tubuh kekarnya tidak lagi mampu menapak, tergeletak di ruang ICU tanpa mampu mengelak, napasnya terbantukan oksigen, dan inipun masih belum mampu menghapus senyum manisnya untuk putri tunggalnya, dari tatapannya saya tahu Ayah begitu mencintai saya dan tak ingin terpisah dulu, dari genggaman tangannya saya tahu bahwa Ayah sangat ingin bersama saya seperti kemarin kemarin …
Ya ALLAH, kalau boleh saya meminta JANGAN bawa Ayah saya pulang seperti ENGKAU membawa Ibu pulang pada saat saya masih sangat membutuhkannya, karena Ayah adalah satu satunya yang saya miliki saat ini … tanpanya saya akan sendiri, tanpanya saya tidak akan tahu kemana lagi harus bersandar ketika airmata saya tumpah
Masih terngiang ketika suatu hari saya menempelkan kepala saya dipundak Ayah, dan tiba tiba Ayah menggeser pundaknya lalu spontan saya berkata “berat ya Ayah, ada kepala Ade di bahu Ayah?” dan Ayah menjawab “Tidak nak, justru akan tambah berat ketika tak ada lagi kepala Ade di bahu Ayah, bersandarlah” dan saya menyandarkan kepala saya sambil menikmati usapan lembut di ubun ubun saya, hingga tertidur :)
Ayah … cepet sembuh yah, jangan tinggal Ade sendiri yah ya ALLAH beri Ayah sembuh

0 komentar:

Dimana ya ?

 
Powered by Blogger