Minggu, 10 Januari 2010

TK, Play group

KabarIndonesia.com ----- Guru kencing berdiri, murid kencing berlari. Bangsa ini nampaknya sudah semakin tercabik-cabik wajahnya. Skandal korupsi yang merata, markus, pembunuhan tokoh-tokoh masyarakat, kelakuan mesum pejabat negara dan tokoh-tokoh agama, narkoba di kalangan wakil rakyat dan penegak hukum, penyuapan VVIP, tingkat bunuh diri yang cukup tinggi, skandal skandal selebritis yang memalukan, KKN pengusaha dan birokrat, pimpinan pimpinan yang matirasa terhadap penderitaan rakyat, dan masih panjang lagi daftarnya.

Di tengah kebobrokan demi kebobrokan, masih ditambah lagi dengan adegan saling memaki wakil rakyat yang konon terhormat itu. Makiannya pun tidak tanggung-tanggung.  Untung anak-anak saya sudah dewasa, kalau tidak pasti sudah di copy paste oleh mereka karena tontonan saling memaki antar wakil rakyat ini berlangsung live tanpa sensor.

Gayus vs Ruhut yang sama-sama duduk di PANSUS Bank Century adalah contoh betapa yang namanya etika itu merupakan mahkota seseorang. Tidaklah penting apakah seseorang itu pejabat, rektor, profesor, jendral, putra raja, pengusaha top ataupun hanya seorang pemulung, tetapi ketika seseorang itu tidak berhias Etika dalam perilaku dan perikatanya, maka sebenarnya seluruh predikat yang dimilikinya hanyalah nol kosong, karena dia tidak lebih dari seorang manusia yang "tidak beradab".

Kita semua tentu rindu dengan sosok pemimpin yang memiliki jiwa besar semacam Mahatma Gandhi misalnya. Senyuman itu diberikan sebagai balasan makian. Senyuman ini sungguh meruntuhkan hati siapa pun yang melihatnya, karena di balik senyuman ini sebenarnya kekayaan qolbulah yang ada. Biar saja musuh-musuh kita kehabisan kata dalam kamus maki-makiannya, tetapi cahaya hati yang sedemikian bersih dan penuh maaf akan terbaca, bahkan oleh mahluk sekecil serangga. Tetapi siapa pemilik qolbu seindah ini?

Di Indonesia sampai detik ini, rasanya kita belum pernah melihatnya, meski mungkin ada. Yang terlihat sehari-hari di layar TV adalah balas membalas, sindir menyindir, tuding menuding, curiga mencurigai, hanya itu. Anak anak kita mendapat tontonan gratis tentang tuntunan etika abad 21:
"balaslah makian dengan makian bahkan bila perlu dengan peluru!"  Kasihan anak-anak kita.

Bahkan Ruhut dengan bangga mengatakan sms pendukungnya yang berjumlah ratusan dan saat ini mungkin sudah ribuan?
Kebanggaan yang kurang pada tempatnya. Seharusnya yang bangga adalah pihak yang "tidak meladeni" maki-makian dan berhenti pada saatnya, karena pemirsa akan cepat tahu bahwa
pemimpin besar adalah mereka yang memiliki jiwa besar dan pemaaf. Nasi sudah jadi bubur. Tontonan buat anak-anak bangsa ini sudah menyebar hingga ke TK-TK, bahkan Kelompok Bermain. "Bangsat...!" rasanya akan menjadi kata populer.

Masihkah ada yang ingin membela diri di antara kedua putra Batak yang sebenarnya sama-sama putra Indonesia ini?
Sungguh, sebagai rakyat, hanya bisa mengelus dada dan menyesali pilihan-pilihan yang ternyata salah pilih.(*)

0 komentar:

Dimana ya ?

 
Powered by Blogger